MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen sekolah
Dosen
pembimbing: Suyoto,M.Pd.
Disusun oleh
Kelompok 9
Kelas III G
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIFERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOREJO
MOTTO
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Kami
wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala
manusia". dan Kami tidak menjadikan mimpi[859] yang telah Kami perlihatkan
kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu
yang terkutuk dalam Al Quran[860]. dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang
demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
Anggota
Kelompok:
Zaenab Nur Hidayah (112144377)
Harmaji (112144397)
Maelatun Sangadah (112144402)
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikumwr.wb.
PujisyukurAlhamdulilahpenyusunpanjatkankehadirat
Allah SWT, yang telahmemberikanpetunjukdankemudahankepadapenyusunsehinggadapatmenyelesaikan
makalah yang berjudul “Manajemen Berbasis Sekolah“ denganbaik.
Makalahinidapatterwujudberkatadanyabantuandanbimbingandariberbagaipihak,
olehkarenaitupenyusuninginmengucapkanterimakasihterutamakepada :
1.
Suyoto,M.Pd. selakupembimbing
mata kuliah Manajemen Sekolah yang
telahmemberikanarahansertabimbingannyakepadapenyusundalampeyelesaianpenyusunanmakalahini.
2.
Kedua orang
tuatercinta yang selalumembimbingdanmemberikandoarestu.
3.
Teman-teman kelas
III G PendidikanMatematika yang
telahmembantudanmemberikanmasukandalampenyelesaianmakalahini.
4.
SeluruhstafperpustakaanUniversitasMuhammadiyahPurworejo
yang memfasilitasi kami yang berwujudpeminjamanbuku-bukusumber.
Penyusunmenyadarisepenuhnyabahwapenulisanmakalahinimasihjauhdarisempurna.Olehkarenaitu,
kritikdan saran
sangatpenyusunharapkangunaperbaikandanpenyempurnaanmakalahberikutnya.
Semogamakalahinidapatbermanfaatbagipenyusunkhususnyadanpemerhatipendidikanpadaumumnyasertamerupakanwujudsebuahpengabdiankitakepada
Allah SWT.
WassalammualaikumWr. Wb.
Purworejo, September 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Halaman Judul...................................................................................................... i
Motto.................................................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................. iv
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................. 1
1. Latar
Belakang Masalah......................................................................... 1
2. Tujuan
Penulisan Makalah..................................................................... 2
3. Manfaat
Penulisan Makalah................................................................... 2
Bab II Pembahasan
Masalah................................................................................ 3
Bab III Pembahasan
Masalah............................................................................... 4
A.
Definisi
MBS........................................................................................ 4
B.
Latar
Belakang MBS............................................................................ 5
1.
Sejarah
Munculnya MBS................................................................ 5
2.
Alasan
Dan Tujuan Diterapkan MBS............................................. 6
C.
MBS
Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan....................................... 8
1.
Hakikat
Reformasi Pendidikan....................................................... 9
2.
Reformasi
Model MBS Di Indonesia............................................ 10
D.
Berbagai
Teori Tentang MBS.............................................................. 10
E.
MBS
Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan................................ 13
1.
Perlunya
Pendidikan Berkualitas................................................... 13
2.
Kualitas
Pendidikan Yang Direncanakan...................................... 13
F.
Model-Model
MBS............................................................................. 15
G. Peran Masing-Masing Pihak Dalam MBS........................................... 19
1.
Peran
Kantor Pendidikan Pusat Dan Daerah................................. 19
2.
Peran
Kepala Sekolah.................................................................... 20
3.
Peran
Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah.............................. 21
4.
Peran
Guru Dan Administrator...................................................... 22
5.
Peran
Orang Tua dan Masyarakat.................................................. 22
H.
Faktor
Pendukung Kesuksesan Imolementasi..................................... 23
1.
Strategi
Sukses Implementasi MBS............................................... 23
2.
Masalah,
Kegagalan, dan Hambatan dalam Implementasi............ 23
3.
Strategi
Membentuk Akuntabilitas Sekolah.................................. 24
I.
Kepemimpinan
yang Efektif Dalam MBS........................................... 25
1.
Definisi
dan Teori Kepemimpinan................................................. 25
2.
Definisi
dan Teori Kepemimpinan................................................. 25
3.
Gaya
dan Kepemimpinan............................................................... 26
J.
Pengambilan
Keputusan yang Efektif Dalam MBS............................ 27
K.
Budaya Sekolah yang Mendukung Implementasi.............................. 28
L.
Implementasi
MBS Di Indonesia........................................................ 28
BAB
IV PENUTUP........................................................................................... 30
A.
Simpulan............................................................................................. 30
B.
Saran................................................................................................... 30
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tatanan
kehidupan yang semerawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak
kuat, telah mengantarkan bangsa pada krisis yang berkepanjangan. Krisis yang
terjadi dalam berbagai bidang kehidupan sebenarnyabersumber adari rendahnya
kaulitas, kemapuan dan semangat kerja. Kekuatan reformasi yang hakiki
sebenarnya bersumber dari sumber daya manusia yang berkualitas, serta memilikim
visi, transparansi, dan pandanga jauh kedepan yang tidak hanya mementingkan
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Peningkatan kualitas sumber day manusia merupakan pra syarat mutlak
untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan
kualitas SDM yaitu denga pendidikan. Pendidikan memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap kemajuan suatau bangsa, dan merupakan wahana dan saran
untuk dalam membangun watak bangsa.
Pendidikan yang
selama ini dikelola secara terpusat harus dirubah untuk mengikutin irama yang
sedang berkembang. Kebijakan yang sudah ada terkait dengan sepadan dengan
pengoprasian muatan lokalmasih belum tuntasm dilaksanakan. Sekarang dihadapkan
pula pada otonomi daerah yang menuntut pengelolaan pendidikan secara otonomi
dengan model menejemen berbasis sekolah. Kondisi ini menuntut pemikiran yang
sistematis, untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar dalam
kaitannya denga otonomi daerah dan relevansi pendidikan.
1
|
B.
Tujuan
Penulisan Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Memberi
wawasan kepada mahasiswa tentang devinisi dan tujuan diterapkannya MBS
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui mengenai model MBS
3.
Memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa akan pentingnya peranan dan peran pihak-pihak
dalam dunia pendidikan
C.
Manfaat Penulisan Makalah
1.
Membangun dan
menerapkan pengetahuan tentang MBS
2.
Mampu
bertanggungjawab dengan peran dalam dunia pendidikan
3.
Meningkatkan kreatifitas
dengan model MBS
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh penerapan manajemen berbasis sekolah dalam pendididkan di Indonesia serta bagaiama
peran serta orang-orang yang bertanggungjawab di dalamnya ?
3
|
BAB III
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Definisi MBS
Secara leksikal Manajemen Berbasis Sekolah berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah program menggunakan
sumber daya efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis
yang artinya dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar
serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. MBS dapat diartikan
sebagai penggunaan sumber daya yang berdasarkan pada sekolah itu sendiri dalam
proses pembelajaran.
Devinisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh
Wohlsteter dan Mohrman (1996), secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk
mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan
pada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. MBS meletakan
tanggungjawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah
yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS
memberikan hak kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa,
dan orang tua.
4
|
Di Amerika Serikat MBS menggunakan istilah site-based management
dengan maksud adanya kewenangan yang lebih dasar pada tingkat sekolah. MBS
dikelompokan kedalam tiga kelompok sebagai berikut:
1.
Pendelegasian
otoritas kepada masing-masing sekolah untuk membuat keputusan tentang
pendidikan sekolah yang meliputi kepegawaian, anggararan, dan program.
2.
Pengadopsian
model pengambiln keputusan bersama pada tingkat sekolah oleh tim menejemen yang
meliputi kepala sekolah, guru, orang tua, dan siswa, serta masyarakat.
3.
Suatu
harapan bahwa Site Based Manajement akan mempermudah kepemimpinan pada tingkat
sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah.
B.
Latar Belakang MBS
1.
Sejarah
Munculnya MBS
Latar belakang munculnya MBS
tak terlepas dari kinerja pendidikan disuatu negara berdasarkan sistem
pendidikan yang ada sebelumnya. Di Hongkong Misalnya, kemunculan MBS
dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Demikian di negara
Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Perancis, Selandia Baru, dan
Indonesia. Sebelumnya berbagai inovasi
yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan pada lingkup kelas,
seperti kurikulum, profesionalisme guru, metode pengajaran, dan sistem evaluasi
yang semuanya kurang memberikan hasil yang maksimal. Berbasarkan hal tersebut
pada tahun 1980-an terjadi hal yang menggembirakan dibidang menejemen modern,
yaitu atas keberhasilan penerapannhya diindustri dan organisasi komersial.
Keberhasilan aplikasi menejemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk
diterapkan di dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa
untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu melompat dari lingkup pengajaran
didala kelas secara sempit dilingkup
organisasi sekolah.
Setelah adanya
kesadaran itu munculah berbagai gerakan reformasi seperti gerakan sekolah
efektif (effective school) yang mencari dan mempromosikan karakteristik sekolah-sekolah
efektif. Ada gerakan anggaran sekolah mandiri ( self-budgeting school) yang
menekankan otonomi penggunaan sember dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada
desentralisasi otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas
yang dipusatkan di sekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School–based
curriculum development). Gerakan reformasi yang menggunakan pendekatan yang
berbeda-beda tersebut melahirkan model MBS. Pada akhir tahun 1980-an berbagai bentuk MBS segera menjadi topik
sentral dan menjadi strategi dalam reformasi pendidikan diberbagai belahan
dunia. Ciri MBS adalah adanya kerjasama secara partisipatif dalam mengambil
keputusan sekolah secara bersama-sama antara sekolah dan masyarakat.
2.
Alasan
dan Tujuan Diterapkan MBS
MBS di Indonesia yang menggunakan
model MPMBS muncul karena beberapa alasan, antara lain:
a.
Sekolah
lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga sekolah mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolah.
b.
Sekolah
lebih mengetahui kebutuhannya.
c.
Keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan
transparasi dan demokrasi yang sehat.
Menurut
Bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan
ekonomis, politis, profesional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi
siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. MBS menjadi saran efektif untuk
meningkatkan kemajuan sekolah, Pertanyaannya adalah kemajuan dalam bidang apa?
Reynold (1997) yakin bahwa MBS dapat membawa kemajuan dalam dua area yang
saling tergantung yaitu,
a.
Kemajuan
program pendidikan dan pelayanan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.
b.
Kualitas
lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Tujuan
penerapan MBS untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu
menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya
manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan
pendidikan secara umum. Salah satu keunggulan MBS adalah adanya pengkuan
kemampuan dan eksistensi sumber daya manusia di sekolah. Pengakuan tersebut
dapat meningkatkan moral sumber daya manusianya sehingga munculah kepercayaan
pada diri mereka. Dampak selanjutnya adalah dimilikinya rasa tanggungjawab yang
besar akan setiap perbuatanya di sekolah.
Kelompok
kerja yang terdiri dari Asosiasi Administrator Sekolah Amerika
mengidentifikasikan bahwa penerapan MBS memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut diantaranya:
a.
Secara
formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di
sekolah. Keahlian tersebut dimanfaatkan untuk mengambil keputusan dalam rangka
meningktkan kualitas pembelajaan.
b.
Meningkatkan
moral guru. Moral guru meningkat karena adanya komitmen dan tanggungjawab dalam
setiap pengambilan keputusan di sekolah. Selanjutnya guru akan mendukung dengan
sepenuh tenaganya untuk mencapai tujuan.
c.
Keputusan
yang diambil sekolah memiliki akuntabilitas. Hal ini karena konstituen sekolah
memiliki andil yang cukup dalam setiap
pengambilan keputusan.
d.
Menyesuaikan
sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah.
e.
Menstimulasi
munculnya pemimpin baru di sekolah.
f.
Meningkatkan
kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi setiap komunitas sekolah dalam
rangka mencapai kebutuhan sekolah.
C.
MBS Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan
1.
Hakikat
Reformasi Pendidikan
Reformasi
berarti perubahan dengan melihat keperluan masa depan, menekankan kembali pada
bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan dan praktek
yang salah a, suatau perombakan menyeluruh dari suatatu kehidupan dalam aspek
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan pendidikan. Selain itu reformasi juga
berarti memperbaiki, membetulkan, dan menyempurnakan dengan membuat sesuatu
yang salah menjadi benar. Oleh karena itu, reformasi berimplikasi pada
perubahan sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempura menjadi lebih sempurna
seperti melalui perubahan kebijakan pendidikan.
Di
dalam reformasi pendidikan ada beberapa model seperti MBS, sekolah kontrak
(school charter), dan sistem voucher. Reformasi yang diterapakan dalam bidang
pendidikan disebut reformasi pendidikan yang artinya upaya perbaikan pada bidang
pendidikan. Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar yaitu
terprogram dan sistematik. Reformasi pendidikan yang terprogram menunjuk pada
kurikulum atau program suatu institusi pendidikan. Sedangkan reformasi
sistematik berkaitan dengan adanya hubungan kewenangan dan distribusi serta
alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan.
2.
Reformasi
model MBS di Indonesia
Menurut Tilaar (1998), krisis pendidikan yang dialami Indonesia
berkisar pada krisis menejemen. Menurutnya, manajemen pendidikan dirumuskan
secara sederhana sebagai mobilitas segala sumber pendidikan yang ditetapkan. Karena
itu dengan diterapkannya MBS menjadi harapan banyak pihak agar pendidikan akan
bisa diselesaikan atau diminimalisasi.
Menurut Wohlstetter & Mohrman (1994) terdapat empat sumber daya
yang harus didesentralisasikan yang pada hakikatnya merupakan inti dan isi dari
MBS, Yaitu
a)
Power/authority
Kekuasaan
atau kewenangan harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung
yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terdapat tiga bidang penting yaitu,
budget, personel, dan curiculum.
b)
Knowledge
Pengetahuan
juga harus didesentralisasikan sehingga sumber daya manusia di sekolah mampu
memberikan kontribusi yang berarti untuk kemajuan kinerja sekolah. Pengetahuan
yang perlu didesentralisasikan meliputi keterampilan yang terkait dengan
pekerjaan secara langsung ( job skiil), keterampilan kelompok (teamwork skiil),
dan pengetahuan keorganisasian (organization knowladge).
c)
Information
Segala
informasi tentang sekolah perlu disebarluaskan ke segala penjuru, baik terhadap
para guru, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium,
penjaga sekolah, orang tua, dewan sekolah, siswa, dan masyarakat. Inilah
pentingnya menejemen informasi karena tidak semua informasi bisa disampaikan
kepada semua pihak. Penyebaran informasi harus proporsionl dan melihat
kepentingan berbagai pihak.
d)
Reward.
Penghargaan
adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa
berupa fisik dan nonfisik. Penghargaan fisik penghargaan berupa uang, sedangkan
penghargaan nonfisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti
seminar atau konferensi dan penataran.
D.
Berbagai Teori Tentang MBS
Pengelolaan sekolah yang dijalankan
dengan adanya kontrol dari luar sekolah disebut enternal control management
atau menejemen kontrol eksternal (MKE). Dalam menejemen ini setiap pengambilan
memutuskan ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tanpa
melibatkan pihak sekolah secara langsung. MBS kontrol eksternal hampir tidak
ada sama sekali, kontrol diberikan sepenuhnya kepada pihak internal sekolah.
Inisiatif dari sumber daya di sekolah sangat dibutuhkan dan dihargai. MBS dan
MKE berbeda dalam landasan teori menejemen yang dipakai untuk mengelola sistem
persekolahan. Perbedaan-perbedaan kedua pendekatan pendidikan dan teori
menejemen dapat diringkas dalam tabel dibawah
|
MBS
|
MKE
|
|
Asumsi Tentang Pendidikan
|
1.
Tujuan
pendidikan bermacam-macam.
2.
Lingkungan
pendidikan kompleks dan berubah-ubah.
3.
Perlu
reformasi pendidikan.
4.
Orientasi
efektifitas dan adaptasi
5.
Mengejar
kualitas
|
1.
Tujuan
pendidikan tunggal.
2.
Lingkungan
pendidikan sederhana dan statis.
3.
Tidak
perlu reformasi pendidikan.
4.
Mengejar
kualitas.
|
|
Teori yang digunakan untuk
mengelola sekolah.
|
1.
Prinsip
ekuifinalitas
a.
Terdapat
berbagai cara yang berbeda untuk mencapai tujuan.
b.
Menekankan
fleksibilitas.
2.
Prinsip
desentralisasi
a.
Masalah
harus diselesaikan
b.
Mencari
efisiensi dan pemecahan masalah
3.
Prinsip
sistem swakelola
a.
Swakelola
b.
Eksploitasi
secara aktif
c.
Bertanggungjawab
4.
Prinsip
inisiatif manusia
a.
Mengembangkan
SDM internal
b.
Partisipasi
luas dari warga sekolah
|
1.
Prinsip
struktur standar
a.
Untuk
mencapai tujuan mengikuti metode dan prosedur standar
b.
Menekankan
kemampuan umum
2.
Prinsip
sentralisasi
a.
Semua
masalah dikontrol hati-hati
b.
Mengikuti
kontrol prosedur
3.
Prinsip
penerapan sistem
a.
Dikontrol
secara eksternal
b.
Diterima
secara pasif
c.
Tidak
akuntabel
4.
Prinsip
kontrol struktur
a.
penerapan
supervisi eksternal
b.
Perluasan
dari sistem birokrasi
|
Teori yang digunakan MBS untuk mngelola sekolah didasarkan pada
empat prinsip yaitu
1.
Prinsip
ekuifinalitas
Prinsip
ini didasarkan pada teori menejemn modern yang berasumsi bahwa terdapat
beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.MBS menekankan
fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut
kondisi mereka masing-masing.
2.
Prinsip
desentralisasi
Desentralisasi
adalah gejala yang penting dalam reformasi menejemen sekolah midern. Prinsip
desentralisai ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip ini diladasi
oleh dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat
diletakan dari kesulitan dan permasalahan.
3.
Prinsip
sistem pengelolaan mandiri
Prinsip
ini terkait prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan desentralisai.
Ketik sekolah menghadapi permasalah maka harus diselesaikan dengan cara
sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnyabila tetjadi pelimphan wewenang
dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan ditingkat
sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri.
4.
Prinsip
inisiatif sumber daya manusia
Prinsip
ini mangakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis.
Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan dan
kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak
dapat menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia
sebagai barang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human
resources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta
memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki
potensi untuk terus dikembangkan.
E.
MBS untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
1.
Perlunya
Pendidikan Berkualitas
Kualitas atau mutu adalah suatu nilai atau suatu keadaan. Namun,
pada umumnya kualitas memiliki elemen-elemen sebagai berikut: pertama,
meliputi usaha memenuhi atau meliputi harapan pelanggan. Kedua, mencakup
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, merupakan kondisi
yang selalu berubah. Berdasarkan elemen tersebut devinisi kualitas adalah suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi harapan. Kualitas memiliki banyak
dimensi yaitu, pertama, karakteristik kinerja operasional pokok dari
produk inti. Kedua, karakteristik tambahan. Ketiga, kehandalan, yaitu
kecil kemungkinan untuk rusak atau gagal pakai. Keempat, kesesuaian
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Kelima, daya tahan yaitu berapa lama
produk tersebut dapat terus digunakan. Keenam,
keterlayanan yang meliputu kecepatan, kompetensi, kenyamanan, atau penanganan
keluhan yang memeuaskan. Ketujuh, estetika yaitu daya tarik produk
terhadap panca indera. Kedelapan, citra kualitas produk yang menyangkut
antara lain tanggungjawab terhadap produk atau jasa yang diberikan.
2.
Kualitas
Pendidikan yang Direncanakan
Terdapat beberapa kondisi yang diperlukan untuk suksesnya
perencanaan pendidikan, yaitu
a.
Adanya
komitmen politik pada perencanaan pendidikan;
b.
Perencanaan
pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas, dan tanggungjawabnya;
c.
Harus
ada perbedaan yang tegas antara area politis, teknis, dan administratif pada
perencanaan pendidikan;
d.
Perhatian
lebih besar diberikan dari pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan
politis dan teknis;
e.
Perhatian
lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan yang
terarah;
f.
Tugas
utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secra terarah dan memberikan
alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan;
g.
Harus
mengurangi politisasi pengetahuan. Selain itu
terdapat dua strategi penting dalam perencanaan pendidikan yaitu
penetapan target dan penetapan prioritas.
Menyangkut
strategi ini terdapat enam area kritis yang harus dipertimbangkan, yaitu
pilihan antara tingkat pendidikan, pilihan antara kualitas dan kuantitas,
pilihan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pengetahuan budaya,
pilihan anatra pendidikan antara pendidikan formal dan pelatihan nonformal,
pilihan tentang intensif serta pilihan tentang tujuan pendidikan
3.
Strategi
Meningkatkan Kualitas Pendidikan
a.
Kualitas
pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara seperti, Meningkatkan
ukuran prestasi akadmik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang
menyangkut kompetensi dan pengetahuan.
b.
Memperbaiki
tes bakat.
c.
Sertifikasi
kompetensi dan profil portofolio.
d.
Membentuk
kelompok sebaya untuk memperbaiki gairah pembelajaran melalui belajar
kooperatif.
e.
Menciptakan
kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar
sepanjang hari dan membuka sekolah pada jam-jam libur.
f.
Meningkatkan
pemahaman dan penghargaan belajar mealui penguasaan materi dan penghargaan atas
pencapaian prestasi akademik.
g.
Membantu
siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaiatan
dengan keterampilan memperolah pekerjaan.
Cara meningkatkan kualitas yang saat ini menggejala di seluruh
pelosok dunia adalah melalui MBS. Namun demikian, dalam MBS ini kualitas
dilihat dari perspektif yang lebih luas. Wohlstetter dan Watson (1999)
memberikan panduan yang komperhensif sebagai element reformasi MBS yang terdiri
dari:
a.
Menetapkan
secara jelas visi dan hasil yang ditetapkan.
b.
Menciptakan
fokus tujuan nasional yang menciptakan perbaikan.
c.
Panduan
kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah.
d.
Tingkat
kepemimpinn yang kuat dan dukungan politik serta dukungan kepemimpinan dari
atas.
e.
Pembangunan
kelembagaan melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, guru, dan
dewan sekolah.
f.
Keadilan
dalam pendanaan dan pembayaran sekolah.
F.
Model-Model MBS
1.
Model MBS di Hongkong
Di Hongkong MBS disebut The School Management
Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif. Problem pendidikan di
Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang
tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan
secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan
pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif
dari atas yang selama itu diterapkan.
Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus
dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
pendidikan. Transparansi ini menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab
masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya menyangkut penggunaan anggaran
belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa dan
pengukuran hasilnya.
2.
Model MBS di Kanada
Di kanada,
sebelum diterapkan MBS, semua kebijakan pendidikan ditentukan dari pusat. Model
MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan
keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak
tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber
daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan.
Menurut Sungkowo (2002), ciri-ciri MBS di
Kanada sebagai berikut:
a.
Penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh
sekolah,
b.
Alokasi anggaran pendidikan dimasukkan ke dalam
anggaran sekolah,
c.
Adanya program efektivitas guru dan adanya
program pengembangan profesionalisme tenaga kerja,
d.
Tahun survey pendapat dilakukan oleh para
siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang
memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dan
hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).
3.
MBS di Amerika Serikat
Sistem pendidikan di AS, secara konstitusional
pemerintah pusat (state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS
di AS disebut Side-Based Management (SBM) yang menekankan pada partisipasi dari
berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model
MBS di Amerika Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua
ciri utama reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari
MBS, yakni :
a.
Desentralisasi administratif : kantor pusat
otoritas pendidikan menunjuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan guru di lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke
bawah, tetapi sekolah local masih bertanggungjawab keatas.
b.
Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu
struktur yang memberi wewenang kepada para orang tua, guru dan kepala sekolah
di masing-masing sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran,
menentukan kurikulum, serta menggaji dan memberhentikan staf.
4.
Model MBS di Inggris
Model MBS di
Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen dana swakelola pada
tingkat local. Ada enam perubahan struktural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS
di Inggris, yaitu:
a.
Kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti
yang ditentukan oleh pemerintah (Whitehall);
b.
MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas
pendidikan lokal agar dapat memperoleh bantuan dana dari pemerintah;
c.
Adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik
kejuruan;
d.
Skema manajemen sekolah lokal dibentuk dengan
melibatkan beberapa pihak terkait, seperti:
1)
Peran serta secara terbuka pada masing-masing
sekolah dalam otoritas pendidikan lokal,
2)
Alokasi sumber daya dirumuskan oleh
masing-masing sekolah,
3)
Ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah
dalam membiayai kegiatannya,
4)
Memberdayakan badan pengelola pada
masing-masing sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf,
5)
Memberikan informasi kepada orangtua mengenai
prestasi guru.
Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan
dikondisikan dengan adanya komitmen politik serta undang-undang pendidikan yang
mengatur penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan
pendidikan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.
5.
Model MBS di Australia
Di Australia lebih seratus tahun sampai awal
tahun 1970-an pengelolaan pendidikan diatur oleh pemerintah pusat (sistem
sentralistik). Terjadi perubahan pada awal tahun 1970-an dan berlanjut sampai
tahun 1980-an, khususnya dalam hal pengelolaan dana dan desentralisasi
administratif.
Karakteristik
MBS di Australia dapat dilihat dari aspek
sekolah yang meliputi: pertama, menyusun dan mengembangkan
kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kedua,
melakukan pengelolaan sekolah dapat dipilih diantara tiga kemungkinan,
yaitu Standart Flexibility Option (SO), Enhanced Flexibility Option – (EO 1),
dan Enhanced Flexibility Option – (EO 2). Ketiga, membuat perencanaan,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan. Keempat, adanya akuntabilitas
dalam pelaksanaan MBS. Kelima, menjamin dan mengusahakan sumber daya
manusia dan sumber daya keuangan. Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan
sumber daya sekolah.
6. Model MBS di
Perancis
Di Perancis, sebelum terjadi reformasi dalam pendidikan,
sistem pengelolaan pendidikannya sangat sentralistik. Terjadi perubahan
mendasar pada tahun 1982-1984, dimana otoritas lokal memiliki tanggungjawab
terhadap dukungan finansial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas
diperluas ke beberapa area. Masing-masing sekolah menerima anggaran secara
langsung terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah menentukan jenis staf yang
dibutuhkan untuk program-program khusus yang dilaksanakan sekolah.
7.
Model MBS di Indonesia
Di Indonesia menekankan pada mutu yang dikenal
dengan Manajemen peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada
sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah
dan masyarakat untuk meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta perundang-undangan yang berlaku.
G. Peran Masing-Masing Pihak Dalam MBS
1.
Peran Kantor Pendidikan Pusat Dan Daerah
Peran
pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas
tindakannya yang akan dilakukan sekolah. Pemerintah daerah bertugas untuk
mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Secara lebih spesifik
dinas pendidikan kabupaten/ kota menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
berikut:
a.
Memberikan
pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta di
kabupaten / kota,
b.
Memberikan
pelayanan teradap sekolah dalam mengelola seluruh aset atau sumber daya
penndidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana, dan sasaran pendidikan.
c.
Melaksanakan
pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidikan yang bertugas pada satuan
pendidikan di kabupaten
d.
Melaksanakan
monitoring dan evaluasi atas tugas dan fungsi pokoknya.
Selain
yang digariskan oleh Depdiknas, tugas dinas kabupaten / kota yang lain adalah:
a.
Evaluator
dan inivator
b.
Motivator
c.
Standardisator
d.
Informan
e.
Delegator
f.
Koordinator
2.
Peran Kepala Sekolah
Di dalam
pelaksanaan program sekolah, Kepala Sekolah sebagai pemimpin mempunyai dua
peran penting. Pertama, peran yang berorientasi pada manusia atau people oriented (kepentingan anggota
organisasi secara keseluruhan) yang berkaitan dengan peningkatan kepuasan
kerja, motivasi, semangat, solidaritas, rasa aman, dan peningkatan
profesionalisme (pemberdayaan) dan sebagainya, bertujuan untuk menjamin
stabilitas organisasi (satuan kerja). Kedua, peran kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas (upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui
berbagai metode, teknik, dan alat serta sarana pendukung), dengan tujuan untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan untuk menjamin adanya progress atau
kemajuan yang lebih baik dari organisasi.
Antara
stabilitas dan progress harus selalu dijaga keseimbangannya untuk mencapai
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Stabilitas tanpa progress, akan membuat
organisasi berhenti dan tidak mampu bersaing. Sebaliknya progress tanpa
stabilitas akan menimbulkan ketidakpuasan berbagai pihak dan berakibat
sewaktu-waktu dapat timbul masalah hubungan kerja, dan kelagsungan progress itu
sendiri menjadi tidak menjamin. Sementara itu di dalam mengukur kemajuan
(progress) sejauh menyangkut kompetensi yang ada digunakan sebagai titik acuan
(bench-mark) pencapaian prestasi.
Peran Kepala
Sekolah sebagai pengelola / manajer satuan pendidikan adalah peran pengelolaan
organisasi dan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan organisasi dan
mencakup peran sebagai perencana, yang meliputi penyusunan rencana dan
penetapan strategi pelaksanaan serta mengefektifkan perencanaan, peran
pengorganisasian yang meliputi pembidangan tugas dan pembagian tanggung jawab
serta pengelolaan pesonel dan sumber daya pendidikan, peran sebagai pemimpin
yang meliputi pengambilan keputusan dan penjalin komunikasi, dan peran
pengendalian serta evaluasi yang meliputi pemantauan, pengendalian kegiatan
operasional, dan evaluasi proses serta hasil kegiatan operasional. Proses di
dalam melaksanakan peran tersebut, sejauh mungkin melibatkan staf, orang tua
(Komite Sekolah) dan dalam kasus tertentu siswa (terutama pada jenjang pendidikan
menengah) sesuai dengan elemen pokok MBS yang telah dibahas sebelumnya.
3.
Peran Dewan dan Pengawas Sekolah
Dewan
sekolah akan memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih
luas, menyatukan visi, memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah maupun
untuk sekolah itu sendiri. Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator
antar kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain
untuk menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan
teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemerintah
daerah. Dewan sekolah sebagai wadah yang diharapkan bisa menyatukn seluruh
komponen sekolah. Oleh karena itu, pimpinan dewan sekolah dipilih dari mereka
yang memiliki jiwa kepemimpinan bukan menejerial.
Pengawas
sekolah berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemerintah dan daerah
pada masing-masing sekolah yaitu untuk menjelaskan tujuan akademik dan
anggarannyaserta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah.
Selain itu pengawas sekolah berperan sebagai supervisi dalam makna sebenarnya
yaitu, meberi bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui
kesulitan.
4.
Peran Guru Dan Administrator
Peran
guru dalam MBS menutut Cheng (1996) adalah sebagai rekan kerja, pengambilah
keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran. Agar guru memiliki peran
yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah maka perlu dilakukan desentralisasi
pengetahuan. Dua jenis pengetahuan yang penting untuk dimiliki para guru.
a.
Pengetahuan
yang berkaitan dengan tanggungjawab partisipan sekolah di dalam kerangka MBS. Berkaitan
dengan pengajaran dan perubahan program sekolah, diantaranya mencakup
pengetahuan tentang pengajaran, pembayaran, dan kurikulum.
b.
Peran
administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai
tujuan.
5.
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Shirlds
(1994) menyatakan bahwa reformasi pendidikan harus sampai pada hubungan antara
sekolah dengan orangtua dan sekolah dengan masyarakat dengan cara melobatkan
secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah baik yang terkait langsung dengan
kegiatan pembelajaran maupun non instruksional.
Seperti
yang dikemukakan Clerk (1989) bahwa terdapat dua jenis pendekatan untuk
mengajak orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan,
yaitu:
a.
Pendekatan
School-based dengan cara mengajak orang tua siswa datang ke sekolah melalui
pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua, dan mengunjungi
anaknya yang sedang belajar di sekolah
b.
Pendekatan
home-based yaitu, orang tua membantu anaknya belajar di rukah belajar
bersama-sama guru yang berkunjung ke rumah.
Peran
orangtua dalam MBS adalah menerima pelayanan yang berkualitas melalui
siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Keuntungan keikutsertaan
orang tua dalam pendidikan yaitu pencapaian akademik dan perkembangan kognitif
siswa dapat berkembang secara signifikan, orang tua dapat mengetahui
perkembangan anaknya dalam pendidikan, orang tua akan menjadi guru yng baik di
rumah, orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.
H.
Faktor Pendukung Kesuksesan Imolementasi
1.
Strategi Sukses Implementasi MBS
Pada
dasarnya tidak ada strategi yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan
implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi
impelmentasi di suatu negara dengan negara lain bia berlainan, bahkan antara
sekolah dalam satu daerah dengan daerah yang samapun bisa berlainan
strateginya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa imlementasi MBS akan berhasil
melalui strategi-strategi berikut:
a.
Sekolah
harus memiliki otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan
b.
Adanya
peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan
keputusan.
c.
Adanya
kepemimpinan sekolah yang kuat.
d.
Proses
pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif
e.
Semua
pihak harus memahami peran dan tanggungjaabnya secara sungguh-sungguh,
f.
Guidelines
dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di
sekolah secara efektif dan efisien.
g.
Sekolah
harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam
laporan pertangungjawaban setiap tahunnya.
h.
MBS
diarahkan untuk kenerja sekolah dan pencapaian belajar siswa.
2.
Masalah, Kegagalan, dan Hambatan Dalam Implementasi
Wohlstetter
dan mohrman (1996) menyatakan terdapat empat macam kegagalan implementasi MBS:
a.
Penerapan
MBS hanya sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa adanya kreatif.
b.
Kepala
sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memperhatikan aspirasi
seluruh anggota dewan sekolah.
c.
Kekuasaan
pengmbilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
d.
Menganggap
bahwa MBS adalah biasa dengan tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan
sendirinya.
Sedangkan
menurut Taruna, ada empat pemicu mendorong pentingnya konsep MBS untuk
dilaksanakan disekolah, yaitu:
a.
Empat
pilar tujuan pendidikan tidak terlaksana dengan baik karena sistem
penyelenggaraan yang sentralistik.
b.
Kepala
sekolah banyak melakukan kegiatan di luar sekolahnya
c.
Guru
membuat kegiatan belajar mengajar dengan sangat kaku, sangat formal.
d.
Akumulasi
dari ketiga hal diatas tercermin dalam kualitas pendidikan yang cenderung
rendah.
3.
Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah
Soemidiharjo
menyatakan bahwa terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya
akuntabilitas,yaitu:
a.
Transparansi
dalam menetapkan kebijakan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan
berbagai institusi.
b.
Standar
kinerja yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang.
c.
Adanya
partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan
pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, murah,dan pelayanan cepat.
I.
Kepemimpinan yang Efektif Dalam MBS
1.
Definisi dan Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga
implikasi penting, yaitu
a.
Kepemimpinan
itu melibatkan orang lain baik itu bawahan atau pengikut
b.
Kepemimpinan
melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok
secara seimbang.
c.
Kemampuan
untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkahlaku
pengikut
Teori
tentang kepemimpinan terus berkembang, dan hingga kini terdapat empat fase
pendekatan
a.
Pendekatan
berdasarkan sifat kepribadian umum yang dimiliki pemimpin.
b.
Pendekatan
tingkah laku pemimpin.
c.
Pendekatan
situasional.
2.
Perbedaan Pemimpin dengan Menejer
Tidak
semua manajer adalah pemimpin dan tidak semua pemimpin itu manajer. Pemimpin
adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin bisa muncul
karena ditunjuk karena keinginan kelompok, sedangkan manajer ditunjuk dan
memiliki kekuasaan legitimasi untuk memberi hukuman pada pengikutnya. Karena
otoritas formal itulah maka manajer memiliki wewenang yang merupakan kekuasaan
resmi yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Seorang
manajer memiliki wewenang karena posisinya dalam suatu organisasi dan bukan
karena sifat pribadinya. Perbedaan manajer dengan pemimpin, yaitu
a.
Pemimpin
tidak selalu berada dalam sebuah organisasi, sedangkan menejer selalu dalam
organisasi tersebut baik formal maupun informal;
b.
Pemimpin
bisa ditunjuk oleh anggotanya atau dianggkat oleh anggotanya, sedangkan menejer
selalu ditunjuk;
c.
Pengaruh
yang dimiliki pemimpin karena memiliki kemampuan pribadi yang lebih bila
dibandingkan dengan yang lain, sedangkan pengaruh yang dimiliki menejer karena
dimilikinya otoritas formal.
d.
Pemimpin
memikirkan organisasi secara lebih luas dan jangka panjang, sedangkan menejer
berpikir jangka pendek dan sebatas tugas dan tanggungjawabnya;
e.
Pemimpin
memiliki keterampilan politik dalam menyelasaikan konflik, sementra menejer
menggunakan pendekatan formal-legal;
f.
Pemimpin
berpikir untuk kemajuan dan perbaikan organisasi secara ebih luas, sementara
menejer berpikir untuk kepentingan diri dan kelompoknya secar sempit;
g.
Pemimpin
memiliki kekuasaan yang lebih luas, sedangkan menejer hanya memiliki wewenang.
3.
Gaya Dan Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang konsisten yang
ditunjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha
mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Gaya kepemimpinan yang berkaitan
dengan MBS berkaitan dengan proses mempengaruhi antara para pemimpin dengan
para pengikutnya. Dalam kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha oleh
seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam
pengambilan keputusan. Empat prosedur pengambilan keputusan pada teori kepemimpinan
partisipatif adalah sebagai berikut:
a.
Kepemimpinan otokratik,
b.
Kepemimpinan konsultatif,
c.
Kepemimpinan keputusan bersama,
d.
Kepemimpinan delegatif.
J.
Pengambilan Keputusan yang Efektif dalam MBS
Model pengambilan keputusan rasional melalui enam
langkah, yaitu:
1.
Metapkan masalah
2.
Mengidentifikasi kriteria keputusan
3.
Mengalokasikan bobot pada kriteria
4.
Mengembangkan alternatif
5.
Mengevaluasi alternatif
6.
Memilih alternatif
Pengambilan keputusan rasional membutuhkan kreativitas, yaitu
kemampuan menggabungkan gagasan dalam satu cara yang unik, atau untuk membuat
asosiasi yang luar biasa diantara gagasan-gagasan. Kretifitas memungkinkan
pengambilan keputusan lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat
masalah yang tidak dapat dilihat orang lain. Nilai yang paling jelas dari
kreatifitas adalah membantu mengambil keputusan untuk mengidentifikasi semua
alternatif yang dapat dilihat. Kebanyakan pengambilan keputusan dalam
organisasi didasarkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
1.
Rasionalitas
terbatas
2.
Intuisi
3.
Identifikasi
masalah
4.
Pengembangan
alternatif
5.
Membuat
pilihan
6.
Perbedaan
indifidual
K.
Budaya Sekolah yang
Mendukung Implementasi
Budaya adalah asumsi dasar dan keyakinan diantara para
anggota kelompok. Fungsi utama
budaya untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam
organisasi merespon sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.
Budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma, sikap,
ritual, mitos, dan kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Budaya sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
antusiasme guru dalam mengajara dan penguasaan materi yang diajarkan,
kedisiplinan sekolah, dan proses belajar mengajar, jadwal yang ditepati, sikap
guru terhadap siswa, kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai
pemimpin memiliki potensi yang besar untuk memantapkan dan menerapkan
aspek-aspek budya melalui mekanisme pokok yaitu, perhatian, car menhadapi
krisis, model peran, pengalokasian penghargaan dan kriteria penyeleksian dan
penghentian karyawan.
Budaya organisasi berpengauh terhadap perilaku karyawan.
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara
budaya organisasi tertentu dankinerja karyawan.
Adanya kesepakatan dalam suatu organisasi tentu akan menghasilkan tingkat
kerjasama, penerimaan atas keputusan yang diambil dan dikontrol, komunikasi dan
komitmen terhadap atasan. organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu, berperan
sebagai pembatas, memberi bentuk identitas, mempermudah untu membangkitkan
komitmen, meningkatkan stabilitas sistem sosial, memberi mekanisme konrol.
L.
Implementasi MBS di Indonesia
Implementasi MBS akan berhasil dengan baik apabila
sekolah mendapatkan otonomi yang seluas-luasnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mohrman, bahwa otonomi secara luas menyangkut
empat komponen penting, yaitu kekuasaan atau kewenangan, pengetahuan dan
keterampilan, informasi dan penghargaan. Namun dari keempat otonomi yang
seharusnya dimiliki sekolah tersebut, pada masa transisisi ini belum terlihat
adanya otonomi kekuasaan yang dimiliki sekolah, karena otoritas pendidikan di
atasnya masih banyak mengatur dan campur
tangan dalam operasional pendidikan di sekolah. Namun, untuk komponen
pengetahuan dan keterampilan, informasi dan penghargaan tampaknya sekolah telah
memiliki cukup otonomi.
Keberhasilan
MBS harus dilihat kemampuannya dalam menangani masalah pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan bagi sebagian rakyat
Indonesia masih terbatas pada tingkat sekolah dasar sebagai hasil dari program
Inpres SD yang dilaksanakan sejak tahun 1974. Penyebaran pendidikan merupakan
tantangan tersendiri bagi MBS dalam pemerataan kesempatan pendidikan. Seiring
dengan meningkatnya jumlah anak usia sekolah, kebutuhan akan kesempatan
memperoleh pendidikan terutama untuk tingkat pendidikan menengah dan tinggi akan
meningkat, sedangkan ketidakmerataan penyebaran penduduk akan menimbulkan
masalah tersendiri bagi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
Ketidakmerataan
memperoleh kesempatan pendidikan terutama terjadi pada kelompok-kelompok:
1.
Masyarakat pedesaan dan atau masyarakat
terpencil
2.
Keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi,
sosial, dan budaya
3.
Wanita
4.
Penyandang cacat
BAB IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Manajemen
sekolah model MBS berarti tugas-tugas mnajemen sekolah ditetapkan menurut
karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. MBS memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara
langsung. MBS memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual,
dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada dalam satu tangan
saja. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat harus dirubah untuk
mengikutin irama yang sedang berkembang. Kebijakan yang sudah ada terkait
dengan sepadan dengan pengoprasian muatan lokal masih belum tuntas dilaksanakan.
Sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah yang menuntut
pengelolaan pendidikan secara otonomi dengan model menejemen berbasis
sekolah. Kondisi ini menuntut pemikiran yang sistematis, untuk merumuskan
bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar dalam kaitannya denga otonomi
daerah dan relevansi pendidikan. Dengan adanya trobosan baru ini yaitu
Manajemen Berbasis Sekolah diharapakn mampu mengubah kondisi pendidikan di
Indonesia yang lebih baik. Dan mampu meratakan pendidikan di seluruh pelosok daerah
di Indonesia, sehingga semua kalangan mampu untuk menerima pendidikan yang
seharusnya.
B.
SARAN
30
|
Bagi
pendidik yang mampu memahi MBS dari berbagai sudut pandang, maka tujuan
keberhasilan MBS akan tercapai, Pendidik dan khalayak umum yang berperan serta di
dalamnya yang mampu memahami faktor- faktor kegagalan dan fktor pendukung
kesuksesan MBS, serta bagaimana seharusnya pemimpin harus bertindak, maka
tujuan Indonesia untuk menggapai pendidikan yang lebih baik dan merata
setidaknya mampu untuk sedidkit tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Nurkholis.
2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar