Cari disini / searching.....

Rabu, 23 Januari 2013

MENEJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen sekolah
Dosen pembimbing: Suyoto,M.Pd.




 











Disusun oleh
Kelompok 9
Kelas III G


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012


 
MOTTO


Artinya: “dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". dan Kami tidak menjadikan mimpi[859] yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran[860]. dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],


Anggota Kelompok:
Zaenab Nur Hidayah           (112144377)
Harmaji                                (112144397)
Maelatun Sangadah             (112144402)




KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikumwr.wb.
PujisyukurAlhamdulilahpenyusunpanjatkankehadirat Allah SWT, yang telahmemberikanpetunjukdankemudahankepadapenyusunsehinggadapatmenyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Berbasis Sekolah“ denganbaik.
Makalahinidapatterwujudberkatadanyabantuandanbimbingandariberbagaipihak, olehkarenaitupenyusuninginmengucapkanterimakasihterutamakepada :
1.      Suyoto,M.Pd. selakupembimbing mata kuliah Manajemen Sekolah yang telahmemberikanarahansertabimbingannyakepadapenyusundalampeyelesaianpenyusunanmakalahini.
2.      Kedua orang tuatercinta yang selalumembimbingdanmemberikandoarestu.
3.      Teman-teman kelas III G PendidikanMatematika yang telahmembantudanmemberikanmasukandalampenyelesaianmakalahini.
4.      SeluruhstafperpustakaanUniversitasMuhammadiyahPurworejo yang memfasilitasi kami yang berwujudpeminjamanbuku-bukusumber.
Penyusunmenyadarisepenuhnyabahwapenulisanmakalahinimasihjauhdarisempurna.Olehkarenaitu, kritikdan saran sangatpenyusunharapkangunaperbaikandanpenyempurnaanmakalahberikutnya.
Semogamakalahinidapatbermanfaatbagipenyusunkhususnyadanpemerhatipendidikanpadaumumnyasertamerupakanwujudsebuahpengabdiankitakepada Allah SWT.
WassalammualaikumWr. Wb.
Purworejo,  September 2012

      Penyusun




DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul...................................................................................................... i
Motto.................................................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................. iv
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................. 1
1.      Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
2.      Tujuan Penulisan Makalah..................................................................... 2
3.      Manfaat Penulisan Makalah................................................................... 2
Bab II Pembahasan Masalah................................................................................ 3
Bab III Pembahasan Masalah............................................................................... 4
A.    Definisi MBS........................................................................................ 4
B.     Latar Belakang MBS............................................................................ 5
1.      Sejarah Munculnya MBS................................................................ 5
2.      Alasan Dan Tujuan Diterapkan MBS............................................. 6
C.     MBS Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan....................................... 8
1.      Hakikat Reformasi Pendidikan....................................................... 9
2.      Reformasi Model MBS Di Indonesia............................................ 10
D.    Berbagai Teori Tentang MBS.............................................................. 10
E.     MBS Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan................................ 13
1.      Perlunya Pendidikan Berkualitas................................................... 13
2.      Kualitas Pendidikan Yang Direncanakan...................................... 13
3.      Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan................................. 14
F.      Model-Model MBS............................................................................. 15
G.    Peran Masing-Masing Pihak Dalam MBS........................................... 19
1.      Peran Kantor Pendidikan Pusat Dan Daerah................................. 19
2.      Peran Kepala Sekolah.................................................................... 20
3.      Peran Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah.............................. 21
4.      Peran Guru Dan Administrator...................................................... 22
5.      Peran Orang Tua dan Masyarakat.................................................. 22
H.    Faktor Pendukung Kesuksesan Imolementasi..................................... 23
1.      Strategi Sukses Implementasi MBS............................................... 23
2.      Masalah, Kegagalan, dan Hambatan dalam Implementasi............ 23
3.      Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah.................................. 24
I.       Kepemimpinan yang Efektif Dalam MBS........................................... 25
1.      Definisi dan Teori Kepemimpinan................................................. 25
2.      Definisi dan Teori Kepemimpinan................................................. 25
3.      Gaya dan Kepemimpinan............................................................... 26
J.       Pengambilan Keputusan yang Efektif Dalam MBS............................ 27
K.    Budaya  Sekolah yang Mendukung Implementasi.............................. 28
L.     Implementasi MBS Di Indonesia........................................................ 28
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 30
A.    Simpulan............................................................................................. 30
B.     Saran................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
                                                  PENDAHULUAN           



A.    Latar Belakang Masalah
Tatanan kehidupan yang semerawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan bangsa pada krisis yang berkepanjangan. Krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan sebenarnyabersumber adari rendahnya kaulitas, kemapuan dan semangat kerja. Kekuatan reformasi yang hakiki sebenarnya bersumber dari sumber daya manusia yang berkualitas, serta memilikim visi, transparansi, dan pandanga jauh kedepan yang tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Peningkatan kualitas  sumber day manusia merupakan pra syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM yaitu denga pendidikan. Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatau bangsa, dan merupakan wahana dan saran untuk dalam membangun watak bangsa.
Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat harus dirubah untuk mengikutin irama yang sedang berkembang. Kebijakan yang sudah ada terkait dengan sepadan dengan pengoprasian muatan lokalmasih belum tuntasm dilaksanakan. Sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah yang menuntut pengelolaan pendidikan secara otonomi dengan model menejemen berbasis sekolah. Kondisi ini menuntut pemikiran yang sistematis, untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar dalam kaitannya denga otonomi daerah dan relevansi pendidikan.
1
Pelaksanaan Manjemen Berbasis Sekolah diimplementasikan dengan tujuan, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan pemerintah tentang suatu sekolah. Meningkatkan kompetisi yang sehat antara sekolah untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan. Dengan melihat pada tujuan Manajemen Berbasis Sekolah bahwa hal itu hanya akan dapat kita capai apabila diberdayakan secara maksimal semua sumber daya pendidikan yang ada di sekolah. Pemberdayaan semua potensi sumber daya yang ada pada sekolah secara maksimal untuk mencapai tujuan sekolah inilah yang dinamakan dengan kinerja sekolah.

B.     Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Memberi wawasan kepada mahasiswa tentang devinisi dan tujuan diterapkannya MBS
2.      Mahasiswa dapat mengetahui mengenai model  MBS
3.      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa akan pentingnya peranan dan peran pihak-pihak dalam dunia pendidikan

C.    Manfaat Penulisan Makalah
1.         Membangun dan menerapkan pengetahuan tentang MBS
2.         Mampu bertanggungjawab dengan peran dalam dunia pendidikan
3.         Meningkatkan kreatifitas dengan model MBS









BAB II
RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengaruh penerapan manajemen berbasis sekolah  dalam pendididkan di Indonesia serta bagaiama peran serta orang-orang yang bertanggungjawab di dalamnya ?

















3
 

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

A.    Definisi MBS
Secara leksikal Manajemen Berbasis Sekolah berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah program menggunakan sumber daya efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang artinya dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berdasarkan pada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran.
Devinisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh Wohlsteter dan Mohrman (1996), secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan pada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. MBS meletakan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan kurikulum. Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.
4
MBS adalah satu dari beberapa bentuk reformasi pendidikan dalam rangka memperbaiki pendidikan, terutama memperbaiki lingkungan pengajaran dan pembelajaran bagi siswa. Dalam menejemen model ini berarti tugas menejemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah memiliki otonomi dan tanggungjawab yang lebih besar atas penggunaan sumber dana sekolah guna memecahkan masalah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah. MBS didefinisikan sebagai desentralisasi otoritas pengambilan keputusan pada tingkat sekolah yang pada umumnya menyangkut tiga bidang, yaitu anggaran, kurikulum, dan personel. Dalam sistem ini otoritas dapat ditransfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pengawas sekolah, dari pengawas sekolah ke dewan sekolah, dari dewan sekolah ke kepala sekolah, guru, administrator, konselor, pengembang kurikulum, dan orang rua.
Di Amerika Serikat MBS menggunakan istilah site-based management dengan maksud adanya kewenangan yang lebih dasar pada tingkat sekolah. MBS dikelompokan kedalam tiga kelompok sebagai berikut:
1.      Pendelegasian otoritas kepada masing-masing sekolah untuk membuat keputusan tentang pendidikan sekolah yang meliputi kepegawaian, anggararan, dan program.
2.      Pengadopsian model pengambiln keputusan bersama pada tingkat sekolah oleh tim menejemen yang meliputi kepala sekolah, guru, orang tua, dan siswa, serta masyarakat.
3.      Suatu harapan bahwa Site Based Manajement akan mempermudah kepemimpinan pada tingkat sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah.

B.     Latar Belakang MBS
1.      Sejarah Munculnya MBS
Latar belakang munculnya MBS  tak terlepas dari kinerja pendidikan disuatu negara berdasarkan sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Di Hongkong Misalnya, kemunculan MBS dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Demikian di negara Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Perancis, Selandia Baru, dan Indonesia.  Sebelumnya berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti kurikulum, profesionalisme guru, metode pengajaran, dan sistem evaluasi yang semuanya kurang memberikan hasil yang maksimal. Berbasarkan hal tersebut pada tahun 1980-an terjadi hal yang menggembirakan dibidang menejemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapannhya diindustri dan organisasi komersial. Keberhasilan aplikasi menejemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk diterapkan di dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu melompat dari lingkup pengajaran didala  kelas secara sempit dilingkup organisasi sekolah.
Setelah adanya kesadaran itu munculah berbagai gerakan reformasi seperti gerakan sekolah efektif (effective school) yang mencari dan mempromosikan karakteristik sekolah-sekolah efektif. Ada gerakan anggaran sekolah mandiri ( self-budgeting school) yang menekankan otonomi penggunaan sember dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada desentralisasi otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang dipusatkan di sekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School–based curriculum development). Gerakan reformasi yang menggunakan pendekatan yang berbeda-beda tersebut melahirkan model MBS. Pada akhir tahun 1980-an  berbagai bentuk MBS segera menjadi topik sentral dan menjadi strategi dalam reformasi pendidikan diberbagai belahan dunia. Ciri MBS adalah adanya kerjasama secara partisipatif dalam mengambil keputusan sekolah secara bersama-sama antara sekolah dan masyarakat.
2.      Alasan dan Tujuan Diterapkan MBS
MBS di Indonesia yang menggunakan  model MPMBS muncul karena beberapa alasan, antara lain:
a.       Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah.
b.      Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
c.       Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.
Menurut Bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan ekonomis, politis, profesional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. MBS menjadi saran efektif untuk meningkatkan kemajuan sekolah, Pertanyaannya adalah kemajuan dalam bidang apa? Reynold (1997) yakin bahwa MBS dapat membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung yaitu,
a.       Kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.
b.      Kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Tujuan penerapan MBS untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum. Salah satu keunggulan MBS adalah adanya pengkuan kemampuan dan eksistensi sumber daya manusia di sekolah. Pengakuan tersebut dapat meningkatkan moral sumber daya manusianya sehingga munculah kepercayaan pada diri mereka. Dampak selanjutnya adalah dimilikinya rasa tanggungjawab yang besar akan setiap perbuatanya di sekolah.
Kelompok kerja yang terdiri dari Asosiasi Administrator Sekolah Amerika mengidentifikasikan bahwa penerapan MBS memberikan beberapa keuntungan.  Keuntungan tersebut diantaranya:
a.       Secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah. Keahlian tersebut dimanfaatkan untuk mengambil keputusan dalam rangka meningktkan kualitas pembelajaan.
b.      Meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya komitmen dan tanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah. Selanjutnya guru akan mendukung dengan sepenuh tenaganya untuk mencapai tujuan.
c.       Keputusan yang diambil sekolah memiliki akuntabilitas. Hal ini karena konstituen sekolah memiliki andil yang cukup  dalam setiap pengambilan keputusan.
d.      Menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah.
e.       Menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah.
f.       Meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi setiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

C.    MBS Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan
1.      Hakikat Reformasi Pendidikan
Reformasi berarti perubahan dengan melihat keperluan masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan dan praktek yang salah a, suatau perombakan menyeluruh dari suatatu kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial, dan pendidikan. Selain itu reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, dan menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu, reformasi berimplikasi pada perubahan sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempura menjadi lebih sempurna seperti melalui perubahan kebijakan pendidikan.
Di dalam reformasi pendidikan ada beberapa model seperti MBS, sekolah kontrak (school charter), dan sistem voucher. Reformasi yang diterapakan dalam bidang pendidikan disebut reformasi pendidikan yang artinya upaya perbaikan pada bidang pendidikan. Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar yaitu terprogram dan sistematik. Reformasi pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi pendidikan. Sedangkan reformasi sistematik berkaitan dengan adanya hubungan kewenangan dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan.
2.      Reformasi model MBS di Indonesia
Menurut Tilaar (1998), krisis pendidikan yang dialami Indonesia berkisar pada krisis menejemen. Menurutnya, manajemen pendidikan dirumuskan secara sederhana sebagai mobilitas segala sumber pendidikan yang ditetapkan. Karena itu dengan diterapkannya MBS menjadi harapan banyak pihak agar pendidikan akan bisa diselesaikan atau diminimalisasi.
Menurut Wohlstetter & Mohrman (1994) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yang pada hakikatnya merupakan inti dan isi dari MBS, Yaitu
a)      Power/authority
Kekuasaan atau kewenangan harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terdapat tiga bidang penting yaitu, budget, personel, dan curiculum.
b)      Knowledge
Pengetahuan juga harus didesentralisasikan sehingga sumber daya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti untuk kemajuan kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung ( job skiil), keterampilan kelompok (teamwork skiil), dan pengetahuan keorganisasian (organization knowladge).
c)      Information
Segala informasi tentang sekolah perlu disebarluaskan ke segala penjuru, baik terhadap para guru, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, penjaga sekolah, orang tua, dewan sekolah, siswa, dan masyarakat. Inilah pentingnya menejemen informasi karena tidak semua informasi bisa disampaikan kepada semua pihak. Penyebaran informasi harus proporsionl dan melihat kepentingan berbagai pihak.
d)     Reward.  
Penghargaan adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik dan nonfisik. Penghargaan fisik penghargaan berupa uang, sedangkan penghargaan nonfisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan penataran. 

D.    Berbagai Teori Tentang MBS
Pengelolaan sekolah yang dijalankan dengan adanya kontrol dari luar sekolah disebut enternal control management atau menejemen kontrol eksternal (MKE). Dalam menejemen ini setiap pengambilan memutuskan ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tanpa melibatkan pihak sekolah secara langsung. MBS kontrol eksternal hampir tidak ada sama sekali, kontrol diberikan sepenuhnya kepada pihak internal sekolah. Inisiatif dari sumber daya di sekolah sangat dibutuhkan dan dihargai. MBS dan MKE berbeda dalam landasan teori menejemen yang dipakai untuk mengelola sistem persekolahan. Perbedaan-perbedaan kedua pendekatan pendidikan dan teori menejemen dapat diringkas dalam tabel dibawah

MBS
MKE

Asumsi Tentang Pendidikan
1.   Tujuan pendidikan bermacam-macam.
2.   Lingkungan pendidikan kompleks dan berubah-ubah.
3.   Perlu reformasi pendidikan.
4.   Orientasi efektifitas dan adaptasi
5.   Mengejar kualitas
1.      Tujuan pendidikan tunggal.
2.      Lingkungan pendidikan sederhana dan statis.
3.      Tidak perlu reformasi pendidikan.
4.      Mengejar kualitas.
Teori yang digunakan untuk mengelola sekolah.
1.    Prinsip ekuifinalitas
a.       Terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mencapai tujuan.
b.      Menekankan fleksibilitas.
2.    Prinsip desentralisasi
a.       Masalah harus diselesaikan
b.      Mencari efisiensi dan pemecahan masalah
3.    Prinsip sistem swakelola
a.       Swakelola
b.      Eksploitasi secara aktif
c.       Bertanggungjawab
4.    Prinsip inisiatif manusia
a.       Mengembangkan SDM internal
b.      Partisipasi luas dari warga sekolah
1.          Prinsip struktur standar
a.       Untuk mencapai tujuan mengikuti metode dan prosedur standar
b.      Menekankan kemampuan umum
2.          Prinsip sentralisasi
a.       Semua masalah dikontrol hati-hati
b.      Mengikuti kontrol prosedur
3.          Prinsip penerapan sistem
a.       Dikontrol secara eksternal
b.      Diterima secara pasif
c.       Tidak akuntabel
4.          Prinsip kontrol struktur
a.       penerapan supervisi eksternal
b.      Perluasan dari sistem birokrasi



Teori yang digunakan MBS untuk mngelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu
1.      Prinsip ekuifinalitas
Prinsip ini didasarkan pada teori menejemn modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing.
2.      Prinsip desentralisasi
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi menejemen sekolah midern. Prinsip desentralisai ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip ini diladasi oleh dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat diletakan dari kesulitan dan permasalahan.
3.      Prinsip sistem pengelolaan mandiri
Prinsip ini terkait prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan desentralisai. Ketik sekolah menghadapi permasalah maka harus diselesaikan dengan cara sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnyabila tetjadi pelimphan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan ditingkat sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri.
4.      Prinsip inisiatif sumber daya manusia
Prinsip ini mangakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

E.     MBS untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
1.      Perlunya Pendidikan Berkualitas
Kualitas atau mutu adalah suatu nilai atau suatu keadaan. Namun, pada umumnya kualitas memiliki elemen-elemen sebagai berikut: pertama, meliputi usaha memenuhi atau meliputi harapan pelanggan. Kedua, mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, merupakan kondisi yang selalu berubah. Berdasarkan elemen tersebut devinisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi harapan. Kualitas memiliki banyak dimensi yaitu, pertama, karakteristik kinerja operasional pokok dari produk inti. Kedua, karakteristik tambahan. Ketiga, kehandalan, yaitu kecil kemungkinan untuk rusak atau gagal pakai. Keempat, kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan. Kelima, daya tahan yaitu berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.  Keenam, keterlayanan yang meliputu kecepatan, kompetensi, kenyamanan, atau penanganan keluhan yang memeuaskan. Ketujuh, estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Kedelapan, citra kualitas produk yang menyangkut antara lain tanggungjawab terhadap produk atau jasa yang diberikan.
2.      Kualitas Pendidikan yang Direncanakan
Terdapat beberapa kondisi yang diperlukan untuk suksesnya perencanaan pendidikan, yaitu
a.       Adanya komitmen politik pada perencanaan pendidikan;
b.      Perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas, dan tanggungjawabnya;
c.       Harus ada perbedaan yang tegas antara area politis, teknis, dan administratif pada perencanaan pendidikan;
d.      Perhatian lebih besar diberikan dari pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan politis dan teknis;
e.       Perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan yang terarah;
f.       Tugas utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secra terarah dan memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan;
g.      Harus mengurangi politisasi pengetahuan. Selain itu  terdapat dua strategi penting dalam perencanaan pendidikan yaitu penetapan target dan penetapan prioritas.
Menyangkut strategi ini terdapat enam area kritis yang harus dipertimbangkan, yaitu pilihan antara tingkat pendidikan, pilihan antara kualitas dan kuantitas, pilihan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pengetahuan budaya, pilihan anatra pendidikan antara pendidikan formal dan pelatihan nonformal, pilihan tentang intensif serta pilihan tentang tujuan pendidikan
3.      Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan
a.       Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara seperti, Meningkatkan ukuran prestasi akadmik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan.
b.      Memperbaiki tes bakat.
c.       Sertifikasi kompetensi dan profil portofolio.
d.      Membentuk kelompok sebaya untuk memperbaiki gairah pembelajaran melalui belajar kooperatif.
e.       Menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan membuka sekolah pada jam-jam libur.
f.       Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar mealui penguasaan materi dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik.
g.      Membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaiatan dengan keterampilan memperolah pekerjaan.
Cara meningkatkan kualitas yang saat ini menggejala di seluruh pelosok dunia adalah melalui MBS. Namun demikian, dalam MBS ini kualitas dilihat dari perspektif yang lebih luas. Wohlstetter dan Watson (1999) memberikan panduan yang komperhensif sebagai element reformasi MBS yang terdiri dari:
a.       Menetapkan secara jelas visi dan hasil yang ditetapkan.
b.      Menciptakan fokus tujuan nasional yang menciptakan perbaikan.
c.       Panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah.
d.      Tingkat kepemimpinn yang kuat dan dukungan politik serta dukungan kepemimpinan dari atas.
e.       Pembangunan kelembagaan melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, guru, dan dewan sekolah.
f.       Keadilan dalam pendanaan dan pembayaran sekolah.

F.     Model-Model MBS
1.      Model MBS di Hongkong
Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan.
Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi ini menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya menyangkut penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa dan pengukuran hasilnya.
2.      Model MBS di Kanada
Di kanada, sebelum diterapkan MBS, semua kebijakan pendidikan ditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan.
Menurut Sungkowo (2002), ciri-ciri MBS di Kanada sebagai    berikut:
a.       Penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh sekolah,
b.      Alokasi anggaran pendidikan dimasukkan ke dalam anggaran sekolah,
c.       Adanya program efektivitas guru dan adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja,
d.      Tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dan hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).
3.      MBS di Amerika Serikat
Sistem pendidikan di AS, secara konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS di AS disebut Side-Based Management (SBM) yang menekankan pada partisipasi dari berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model MBS di Amerika Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua ciri utama reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :
a.       Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local masih bertanggungjawab keatas.
b.      Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang kepada para orang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta menggaji dan memberhentikan staf.
4.      Model MBS di Inggris
Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen dana swakelola pada tingkat local. Ada enam perubahan struktural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS di Inggris, yaitu:
a.       Kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang ditentukan oleh pemerintah (Whitehall);
b.      MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan lokal agar dapat memperoleh bantuan dana dari pemerintah;
c.       Adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik kejuruan;
d.      Skema manajemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti:
1)      Peran serta secara terbuka pada masing-masing sekolah dalam otoritas pendidikan lokal,
2)      Alokasi sumber daya dirumuskan oleh masing-masing sekolah,
3)      Ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam membiayai kegiatannya,
4)      Memberdayakan badan pengelola pada masing-masing sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, 
5)      Memberikan informasi kepada orangtua mengenai prestasi guru.
Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya komitmen politik serta undang-undang pendidikan yang mengatur penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.
5. Model MBS di Australia
Di Australia lebih seratus tahun sampai awal tahun 1970-an pengelolaan pendidikan diatur oleh pemerintah pusat (sistem sentralistik). Terjadi perubahan pada awal tahun 1970-an dan berlanjut sampai tahun 1980-an, khususnya dalam hal pengelolaan dana dan desentralisasi administratif.
            Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek  sekolah yang meliputi: pertama, menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kedua, melakukan pengelolaan sekolah dapat dipilih diantara tiga kemungkinan, yaitu Standart Flexibility Option (SO), Enhanced Flexibility Option – (EO 1), dan Enhanced Flexibility Option – (EO 2). Ketiga, membuat perencanaan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan. Keempat, adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS. Kelima, menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan. Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya sekolah.       
6. Model MBS di Perancis
Di Perancis, sebelum terjadi reformasi dalam pendidikan, sistem pengelolaan pendidikannya sangat sentralistik. Terjadi perubahan mendasar pada tahun 1982-1984, dimana otoritas lokal memiliki tanggungjawab terhadap dukungan finansial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas diperluas ke beberapa area. Masing-masing sekolah menerima anggaran secara langsung terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah menentukan jenis staf yang dibutuhkan untuk program-program khusus yang dilaksanakan sekolah.
7. Model MBS di Indonesia
 Di Indonesia menekankan pada mutu yang dikenal dengan Manajemen peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.

G.    Peran Masing-Masing Pihak Dalam MBS
1.      Peran Kantor Pendidikan Pusat Dan Daerah
Peran pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan sekolah. Pemerintah daerah bertugas untuk mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Secara lebih spesifik dinas pendidikan kabupaten/ kota menjalankan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
a.       Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta di kabupaten / kota,
b.      Memberikan pelayanan teradap sekolah dalam mengelola seluruh aset atau sumber daya penndidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana, dan sasaran pendidikan.
c.       Melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidikan yang bertugas pada satuan pendidikan di kabupaten
d.      Melaksanakan monitoring dan evaluasi atas tugas dan fungsi pokoknya.
Selain yang digariskan oleh Depdiknas, tugas dinas kabupaten / kota yang lain adalah:
a.       Evaluator dan inivator
b.      Motivator
c.       Standardisator
d.      Informan
e.       Delegator
f.       Koordinator
2.      Peran Kepala Sekolah
Di dalam pelaksanaan program sekolah, Kepala Sekolah sebagai pemimpin mempunyai dua peran penting. Pertama, peran yang berorientasi pada manusia atau people oriented (kepentingan anggota organisasi secara keseluruhan) yang berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja, motivasi, semangat, solidaritas, rasa aman, dan peningkatan profesionalisme (pemberdayaan) dan sebagainya, bertujuan untuk menjamin stabilitas organisasi (satuan kerja). Kedua, peran kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui berbagai metode, teknik, dan alat serta sarana pendukung), dengan tujuan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan untuk menjamin adanya progress atau kemajuan yang lebih baik dari organisasi.
Antara stabilitas dan progress harus selalu dijaga keseimbangannya untuk mencapai peningkatan mutu secara berkelanjutan. Stabilitas tanpa progress, akan membuat organisasi berhenti dan tidak mampu bersaing. Sebaliknya progress tanpa stabilitas akan menimbulkan ketidakpuasan berbagai pihak dan berakibat sewaktu-waktu dapat timbul masalah hubungan kerja, dan kelagsungan progress itu sendiri menjadi tidak menjamin. Sementara itu di dalam mengukur kemajuan (progress) sejauh menyangkut kompetensi yang ada digunakan sebagai titik acuan (bench-mark) pencapaian prestasi.
Peran Kepala Sekolah sebagai pengelola / manajer satuan pendidikan adalah peran pengelolaan organisasi dan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan organisasi dan mencakup peran sebagai perencana, yang meliputi penyusunan rencana dan penetapan strategi pelaksanaan serta mengefektifkan perencanaan, peran pengorganisasian yang meliputi pembidangan tugas dan pembagian tanggung jawab serta pengelolaan pesonel dan sumber daya pendidikan, peran sebagai pemimpin yang meliputi pengambilan keputusan dan penjalin komunikasi, dan peran pengendalian serta evaluasi yang meliputi pemantauan, pengendalian kegiatan operasional, dan evaluasi proses serta hasil kegiatan operasional. Proses di dalam melaksanakan peran tersebut, sejauh mungkin melibatkan staf, orang tua (Komite Sekolah) dan dalam kasus tertentu siswa (terutama pada jenjang pendidikan menengah) sesuai dengan elemen pokok MBS yang telah dibahas sebelumnya.
3.      Peran Dewan dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah akan memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah maupun untuk sekolah itu sendiri. Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator antar kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain untuk menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemerintah daerah. Dewan sekolah sebagai wadah yang diharapkan bisa menyatukn seluruh komponen sekolah. Oleh karena itu, pimpinan dewan sekolah dipilih dari mereka yang memiliki jiwa kepemimpinan bukan menejerial.
Pengawas sekolah berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemerintah dan daerah pada masing-masing sekolah yaitu untuk menjelaskan tujuan akademik dan anggarannyaserta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah. Selain itu pengawas sekolah berperan sebagai supervisi dalam makna sebenarnya yaitu, meberi bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui kesulitan.
4.      Peran Guru Dan Administrator
Peran guru dalam MBS menutut Cheng (1996) adalah sebagai rekan kerja, pengambilah keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran. Agar guru memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah maka perlu dilakukan desentralisasi pengetahuan. Dua jenis pengetahuan yang penting untuk dimiliki para guru.
a.       Pengetahuan yang berkaitan dengan tanggungjawab partisipan sekolah di dalam kerangka MBS. Berkaitan dengan pengajaran dan perubahan program sekolah, diantaranya mencakup pengetahuan tentang pengajaran, pembayaran, dan kurikulum.
b.      Peran administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai tujuan.
5.      Peran Orang Tua dan Masyarakat
Shirlds (1994) menyatakan bahwa reformasi pendidikan harus sampai pada hubungan antara sekolah dengan orangtua dan sekolah dengan masyarakat dengan cara melobatkan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah baik yang terkait langsung dengan kegiatan pembelajaran maupun non instruksional.
Seperti yang dikemukakan Clerk (1989) bahwa terdapat dua jenis pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan, yaitu:
a.       Pendekatan School-based dengan cara mengajak orang tua siswa datang ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua, dan mengunjungi anaknya yang sedang belajar di sekolah
b.      Pendekatan home-based yaitu, orang tua membantu anaknya belajar di rukah belajar bersama-sama guru yang berkunjung ke rumah.
Peran orangtua dalam MBS adalah menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Keuntungan keikutsertaan orang tua dalam pendidikan yaitu pencapaian akademik dan perkembangan kognitif siswa dapat berkembang secara signifikan, orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya dalam pendidikan, orang tua akan menjadi guru yng baik di rumah, orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.

H.    Faktor Pendukung Kesuksesan Imolementasi
1.      Strategi Sukses Implementasi MBS
Pada dasarnya tidak ada strategi yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi impelmentasi di suatu negara dengan negara lain bia berlainan, bahkan antara sekolah dalam satu daerah dengan daerah yang samapun bisa berlainan strateginya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa imlementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut:
a.       Sekolah harus memiliki otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan
b.      Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan.
c.       Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat.
d.      Proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif
e.       Semua pihak harus memahami peran dan tanggungjaabnya secara sungguh-sungguh,
f.       Guidelines dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
g.      Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertangungjawaban setiap tahunnya.
h.      MBS diarahkan untuk kenerja sekolah dan pencapaian belajar siswa.
2.      Masalah, Kegagalan, dan Hambatan Dalam Implementasi
Wohlstetter dan mohrman (1996) menyatakan terdapat empat macam kegagalan implementasi MBS:
a.       Penerapan MBS hanya sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa adanya kreatif.
b.      Kepala sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memperhatikan aspirasi seluruh anggota dewan sekolah.
c.       Kekuasaan pengmbilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
d.      Menganggap bahwa MBS adalah biasa dengan tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan sendirinya.
Sedangkan menurut Taruna, ada empat pemicu mendorong pentingnya konsep MBS untuk dilaksanakan disekolah, yaitu:
a.       Empat pilar tujuan pendidikan tidak terlaksana dengan baik karena sistem penyelenggaraan yang sentralistik.
b.      Kepala sekolah banyak melakukan kegiatan di luar sekolahnya
c.       Guru membuat kegiatan belajar mengajar dengan sangat kaku, sangat formal.
d.      Akumulasi dari ketiga hal diatas tercermin dalam kualitas pendidikan yang cenderung rendah.
3.      Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah
Soemidiharjo menyatakan bahwa terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas,yaitu:
a.       Transparansi dalam menetapkan kebijakan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai institusi.
b.      Standar kinerja yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang.
c.       Adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, murah,dan pelayanan cepat.

I.       Kepemimpinan yang Efektif Dalam MBS
1.      Definisi dan Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu
a.       Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan atau pengikut
b.      Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang.
c.       Kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkahlaku pengikut
Teori tentang kepemimpinan terus berkembang, dan hingga kini terdapat empat fase pendekatan
a.       Pendekatan berdasarkan sifat kepribadian umum yang dimiliki pemimpin.
b.      Pendekatan tingkah laku pemimpin.
c.       Pendekatan situasional.
2.      Perbedaan Pemimpin dengan Menejer
Tidak semua manajer adalah pemimpin dan tidak semua pemimpin itu manajer. Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin bisa muncul karena ditunjuk karena keinginan kelompok, sedangkan manajer ditunjuk dan memiliki kekuasaan legitimasi untuk memberi hukuman pada pengikutnya. Karena otoritas formal itulah maka manajer memiliki wewenang yang merupakan kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Seorang manajer memiliki wewenang karena posisinya dalam suatu organisasi dan bukan karena sifat pribadinya. Perbedaan manajer dengan pemimpin, yaitu
a.       Pemimpin tidak selalu berada dalam sebuah organisasi, sedangkan menejer selalu dalam organisasi tersebut baik formal maupun informal;
b.      Pemimpin bisa ditunjuk oleh anggotanya atau dianggkat oleh anggotanya, sedangkan menejer selalu ditunjuk;
c.       Pengaruh yang dimiliki pemimpin karena memiliki kemampuan pribadi yang lebih bila dibandingkan dengan yang lain, sedangkan pengaruh yang dimiliki menejer karena dimilikinya otoritas formal.
d.      Pemimpin memikirkan organisasi secara lebih luas dan jangka panjang, sedangkan menejer berpikir jangka pendek dan sebatas tugas dan tanggungjawabnya;
e.       Pemimpin memiliki keterampilan politik dalam menyelasaikan konflik, sementra menejer menggunakan pendekatan formal-legal;
f.       Pemimpin berpikir untuk kemajuan dan perbaikan organisasi secara ebih luas, sementara menejer berpikir untuk kepentingan diri dan kelompoknya secar sempit;
g.      Pemimpin memiliki kekuasaan yang lebih luas, sedangkan menejer hanya memiliki wewenang.
3.      Gaya Dan Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan MBS berkaitan dengan proses mempengaruhi antara para pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha oleh seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan. Empat prosedur pengambilan keputusan pada teori kepemimpinan partisipatif adalah sebagai berikut:
a.       Kepemimpinan otokratik,
b.      Kepemimpinan konsultatif,
c.       Kepemimpinan keputusan bersama,
d.      Kepemimpinan delegatif.

J.      Pengambilan Keputusan yang Efektif dalam MBS
Model pengambilan keputusan rasional melalui enam langkah, yaitu:
1.      Metapkan masalah
2.      Mengidentifikasi kriteria keputusan
3.      Mengalokasikan bobot pada kriteria
4.      Mengembangkan alternatif
5.      Mengevaluasi alternatif
6.      Memilih alternatif
Pengambilan keputusan rasional membutuhkan kreativitas, yaitu kemampuan menggabungkan gagasan dalam satu cara yang unik, atau untuk membuat asosiasi yang luar biasa diantara gagasan-gagasan. Kretifitas memungkinkan pengambilan keputusan lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat orang lain. Nilai yang paling jelas dari kreatifitas adalah membantu mengambil keputusan untuk mengidentifikasi semua alternatif yang dapat dilihat. Kebanyakan pengambilan keputusan dalam organisasi didasarkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
1.      Rasionalitas terbatas
2.      Intuisi
3.      Identifikasi masalah
4.      Pengembangan alternatif
5.      Membuat pilihan
6.      Perbedaan indifidual
K.    Budaya  Sekolah yang Mendukung Implementasi
Budaya adalah asumsi dasar dan keyakinan diantara para anggota kelompok. Fungsi utama budaya untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi merespon sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.
Budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma, sikap, ritual, mitos, dan kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Budaya sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain antusiasme guru dalam mengajara dan penguasaan materi yang diajarkan, kedisiplinan sekolah, dan proses belajar mengajar, jadwal yang ditepati, sikap guru terhadap siswa, kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki potensi yang besar untuk memantapkan dan menerapkan aspek-aspek budya melalui mekanisme pokok yaitu, perhatian, car menhadapi krisis, model peran, pengalokasian penghargaan dan kriteria penyeleksian dan penghentian karyawan.
Budaya organisasi berpengauh terhadap perilaku karyawan. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi tertentu dankinerja karyawan. Adanya kesepakatan dalam suatu organisasi tentu akan menghasilkan tingkat kerjasama, penerimaan atas keputusan yang diambil dan dikontrol, komunikasi dan komitmen terhadap atasan. organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu, berperan sebagai pembatas, memberi bentuk identitas, mempermudah untu membangkitkan komitmen, meningkatkan stabilitas sistem sosial, memberi mekanisme konrol.

L.     Implementasi MBS di Indonesia
Implementasi MBS akan berhasil dengan baik apabila sekolah mendapatkan otonomi yang seluas-luasnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Mohrman, bahwa otonomi secara luas menyangkut empat komponen penting, yaitu kekuasaan atau kewenangan, pengetahuan dan keterampilan, informasi dan penghargaan. Namun dari keempat otonomi yang seharusnya dimiliki sekolah tersebut, pada masa transisisi ini belum terlihat adanya otonomi kekuasaan yang dimiliki sekolah, karena otoritas pendidikan di atasnya  masih banyak mengatur dan campur tangan dalam operasional pendidikan di sekolah. Namun, untuk komponen pengetahuan dan keterampilan, informasi dan penghargaan tampaknya sekolah telah memiliki cukup otonomi.
Keberhasilan MBS harus dilihat kemampuannya dalam menangani masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan bagi sebagian rakyat Indonesia masih terbatas pada tingkat sekolah dasar sebagai hasil dari program Inpres SD yang dilaksanakan sejak tahun 1974. Penyebaran pendidikan merupakan tantangan tersendiri bagi MBS dalam pemerataan kesempatan pendidikan. Seiring dengan meningkatnya jumlah anak usia sekolah, kebutuhan akan kesempatan memperoleh pendidikan terutama untuk tingkat pendidikan menengah dan tinggi akan meningkat, sedangkan ketidakmerataan penyebaran penduduk akan menimbulkan masalah tersendiri bagi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
Ketidakmerataan memperoleh kesempatan pendidikan terutama terjadi pada kelompok-kelompok:
1.      Masyarakat pedesaan dan atau masyarakat terpencil
2.      Keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi, sosial, dan budaya
3.      Wanita
4.      Penyandang cacat








BAB IV
PENUTUP

A.   SIMPULAN
Manajemen sekolah model MBS berarti tugas-tugas mnajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. MBS memberikan kekuasaan  yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. MBS memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada dalam satu tangan saja. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat harus dirubah untuk mengikutin irama yang sedang berkembang. Kebijakan yang sudah ada terkait dengan sepadan dengan pengoprasian muatan lokal masih belum tuntas dilaksanakan. Sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah yang menuntut pengelolaan pendidikan secara otonomi dengan model menejemen berbasis sekolah. Kondisi ini menuntut pemikiran yang sistematis, untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang sesuai bagi dasar dalam kaitannya denga otonomi daerah dan relevansi pendidikan. Dengan adanya trobosan baru ini yaitu Manajemen Berbasis Sekolah diharapakn mampu mengubah kondisi pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Dan mampu meratakan pendidikan di seluruh pelosok daerah di Indonesia, sehingga semua kalangan mampu untuk menerima pendidikan yang seharusnya.

B.   SARAN
30
Untuk seluruh masyarakat baik calon pendidik atau pendidik wajib dan khalayak umum sudah seharusnya mengerti mengenai manajemen berbasis sekolah khususnya pihak pendidik. Sebagai calon pendidik dan pendidik yang profesional sudah sepantasnya mengetahui seluk beluk MBS yang terkait mengenai latar belekang terbentuknya MBS hingga peran serta pihak yang terkait dalam pendidikan. Sehingga dengan adanya pemahaman yang benar- benar di mengerti tentang MBS dan tujuannya maka tujuan pemerintah akanpendidikan yang lebih baik akan tercapai.
Bagi pendidik yang mampu memahi MBS dari berbagai sudut pandang, maka tujuan keberhasilan MBS akan tercapai, Pendidik  dan khalayak umum yang berperan serta di dalamnya yang mampu memahami faktor- faktor kegagalan dan fktor pendukung kesuksesan MBS, serta bagaimana seharusnya pemimpin harus bertindak, maka tujuan Indonesia untuk menggapai pendidikan yang lebih baik dan merata setidaknya mampu untuk sedidkit tercapai.






















DAFTAR PUSTAKA


Nurkholis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar